Jumlah masyarakat kelas menengah
di Indonesia menciut, berkurang 9,48 juta orang dalam 5 tahun terakhir.
Perusahaan mulai kena dampaknya jualan jadi susah, tarikan pasar tidak
sekencang dulu lagi, stok di gudang menumpuk dan bahkan beberapa terancam
pailit. Lalu apa yang perusahaan harus lakukan.
Kondisi serupa ternyata tidak
hanya terjadi di Indonesia, bahkan negara maju pun pernah mengalami hal yang
sama. Menariknya, perusahaan-perusahaan disana bukan hanya berhasil selamat,
bahkan bisa berjaya dalam kondisi itu. Memang apa sih yang mereka lakukan?
Daftar isi
Bagian I | Pendapatan Terus Tergerus
Jumlah kelas menengah Indonesia
terus berkurang dalam 5 tahun terakhir. Dari tahun 2019 sampai 2024, kaum
penggerak perekonomian nasional itu jumlahnya berkurang 9,48 juta atau menciut 21,45%.
Keberadaannya kini tinggal 47,85 juta saja atau sekitar 17,13 dari total
penduduk Indonesia. Akibatnya, para calon kelas menengah bertambah menjadi 137,5
juta orang pada tahun 2024 atau 49,2% dari total penduduk.
Kelompok rentan miskin pun
bertambah menjadi 67,69 juta orang atau 24,23 persen dari total penduduk. Ini
benar-benar memprihatinkan karena laju pertumbuhan ekonomi nasional jadi bisa
tersendat. Ada beberapa alasan yang membuat jumlah kelas menengah Indonesia
menciut, salah satunya adalah melemahnya sektor manufaktur. Padahal, sektor ini
berperan penting dalam menyerap tenaga kerja yang sebagian besarnya di
Indonesia bukan lulusan sarjana. Berbeda dengan sektor jasa yang memang tidak
bisa menyerap tenaga kerja lebih banyak.
Selain itu kaum kelas menengah
sering terabaikan karena dianggap mampu mengatasi masalahnya sendiri. Meskipun
kenyataannya mereka sering terancam PHK, bahkan terpaksa mengorek-orek tabungan
ketika situasi ekonomi sedang tidak stabil. Itupun kalau mereka punya tabungan.
Data Kemenaker tahun ini mencatat sudah lebih dari 101 ribu pekerja di PHK. Bututnya
jumlah para pekerja sektor informal kian membludak. Data BPS bulan Februari 2023
mencatat, ada sekitar 60,12% atau lebih dari 83 juta tenaga kerja yang bekerja
di sektor informal. Ada yang jadi driver ojek online, pekerja lepas, pekerja
kasar, sampai pedagang.
Statusnya yang bukan sebagai
tenaga kerja formal membuat mereka jadi nggak dapet jaminan sosial. Beban itu
bertambah ketika mereka harus menghadapi urusan ekonomi rumah tangga yang
semakin berat. Mereka kesulitan mengases layanan pendidikan dan memiliki rumah
sendiri. Ujungnya lebih kompleks lagi karena tidak sedikit diantara mereka yang
akhirnya terjerat pinjol dan menghadapi problem-problem sosial kemanusiaan
lainnya.
Bagian II | Yang Penting, Bertahan Hidup
Beratnya beban saudara-saudara kita yang tergolong kelas menengah tergambar dari pengeluaran biaya hidup mereka yang terus-menerus bertambah di tahun 2024 Ini bagian dari pengeluaran mereka untuk makanan naik jadi 41,67% dari total konsumsi mereka. Mereka perlu untuk mengubah gaya hidup, mengurangi atau bahkan menghilangkan kebiasaan-kebiasaan lama seperti makan di luar.
Misalnya, prioritas utama mereka saat ini adalah bagaimana caranya supaya bisa bertahan hidup. Masalahnya, di saat yang bersamaan biaya perumahan juga naik dari 27,6% di tahun 2019 menjadi 28,52% di tahun 2024. Belum lagi pengeluaran untuk biaya pengadaan barang dan penggunaan jasa seperti biaya transportasi, listrik, bahan bakar, dan juga komunikasi yang terus naik. Di tahun 2019. Pengeluaran biaya-biaya tersebut masih di angka 6,04% dan di tahun 2024 ini membesar jadi 6,48%.
Jadi mereka yang tadinya terbiasa
menikmati kemudahan transportasi online bisa jadi sekarang harus mencari
alternatif transportasi yang lebih ekonomis. Walhasil sekarang mereka harus
berhitung ulang kalau mau jajan di luar, nongkrong di cafe, menikmati liburan,
atau menikmati staycation. Bagi mereka hidup tidak lagi mudah.
Bagian III | Dunia Bisnis Sudah Terancam
Menurunnya pendapatan yang
dibarengi bertambahnya pengeluaran membuat daya beli kelas menengah melemah.
Wajar kalau kemudian mereka bersikap menahan diri atau lebih selektif ketika
membeli barang atau jasa, mereka nggak lagi terlalu peduli dengan barang yang
branded atau berkelas. Yang penting, bisa tetap membeli barang atau jasa yang
dibutuhkan, walaupun dengan kualitas yang sedikit menurun, itulah situasi dan
kondisi konsumen yang harus dihadapi dan disikapi oleh para pengusaha Indonesia
pada saat ini. Nah, untuk menyiasatinya, banyak perusahaan yang kemudian
melepas barang ke pasar dengan harga diskon supaya stok barang di gudang kosong
dan cashflow terjaga. Cara itu sebetulnya beresiko karena laba mereka jadi
menipis dan lambat laun bisa jadi bahkan membuat mereka merugi. Melemahnya daya
beli masyarakat menengah di negeri ini sudah mulai memakan korban.
Diantaranya seperti dialami PT
Aditeg Cakrawiyasa, produsen kompor Quantum. Dulu, Quantum menjadi pilihan
utama konsumen karena kualitasnya terjaga. Tetapi belakangan Quantum kehilangan
pembeli karena konsumennya memilih produk yang lebih murah. Bisa jadi mereka
sekarang memilih produk yang kualitasnya lebih rendah, tapi harganya
terjangkau. Di satu sisi, Quantum tidak bisa menurunkan harga karena biaya
bahan baku dan upah tenaga kerja juga bertambah. Mereka juga tidak bisa menekan
harga dengan mengurangi mutu produk. Nah, akhirnya mereka harus rela kehilangan
konsumen setia. Itulah situasi yang membuat Quantum terpojok di sudut di lemah
yang tidak menawarkan pilihan apapun.
Apa yang harus dilakukan ketika
kita berada dalam posisi kuantum? Dalam hal ini, ada baiknya kita melihat apa
yang telah dilakukan beberapa perusahaan-perusahaan di negara lain. Ketika
mereka menghadapi situasi yang serupa. Mereka tidak saja mampu bertahan dalam
situasi yang sulit, tapi justru bisa tambah perjaya.
Bagian IV | Strategi Penyelamatan Perusahaan
Ada beberapa strategi yang bisa
diambil oleh para pengusaha untuk mengakali situasi saat ini. Salah satunya
adalah melakukan efisiensi biaya produksi dan operasional supaya harga bisa
ditekan lebih rendah. Bagi konsumen yang sedang sensitif soal harga, itulah
solusi yang mereka tunggu. Kita ambil contoh. Walmart, misalnya, yang bisa
menawarkan harga lebih murah di saat mereka harus menghadapi situasi serupa. Walmad
memanfaatkan kemampuan skala ekonominya dengan membeli barang dalam partai
besar untuk menekan harga per unitnya.
Perusahaan-perusahaan di
Indonesia bisa juga memanfaatkan sumber daya lokal dari bahan baku sampai
tenaga kerjanya. Kemudian, optimalkan rantai pasokan dan optimalkan juga
distribusi. Tujuannya adalah agar bisa menekan harga tanpa harus mengorbankan
kualitas. Dengan begitu, konsumen akan tetap melirik produk yang ditawarkan.
Strategi lain yang tidak kalah efektif adalah menerapkan Blue Ocean Strategy.
Strategi ini enggak lain adalah menciptakan pasar baru yang belum pernah
dijamah oleh pesaing.
Perusahaan bisa menciptakan
produk atau layanan baru yang memberikan nilai unik dengan harga yang tetap
terjangkau. Langkah ini jauh lebih baik dibandingkan kalau sampai harus
memaksakan diri memasuki persaingan harga dengan menciptakan produk atau layanan
inovatif yang sesuai kebutuhan unik pelanggan saat ini perusahaan dapat menarik
konsumen-konsumen baru, khususnya mereka yang belum pernah tersentuh oleh
produk-produk mainstream. Perusahaan yang mampu membaca celah peluang seperti
ini akan lebih mampu bertahan di tengah situasi ekonomi yang rawan.
Salah satu perusahaan yang sukses
menciptakan ceruk pasar baru adalah MUJI, sebuah merek retail asal Jepang.
Mereka mengurangi elemen-elemen yang tidak esensial, seperti mengganti kemasan
mewah misalnya, mereka fokus menawarkan produk-produk unik yang fungsional
dengan estetika yang sederhana. Dengan cara begitu. MUJI bisa menekan harga
produk di set yang sama, menjauh dari kompetisi.
Strategi lainnya adalah melakukan
diversifikasi produk. Langkah ini ditujukan untuk bisa menjangkau segmen pasar
yang lebih beragam sehingga bisa mengurangi risikonya gagal. Salah satu produk
di pasaran, diversifikasi bisa jadi cara untuk tetap relevan dan menjaga
perusahaan tetap tumbuh. Strategi ini pernah sukses dilakukan Coca-cola. Mereka
mendiversifikasi produk dengan memperkenalkan berbagai jenis minuman lain,
seperti jus, teh, air mineral, dan bahkan minuman olahraga. Dengan cara itu Coca-cola
bisa menarik konsumen dari berbagai segmen, termasuk konsumen yang berhemat dan
yang mencari produk dengan harga terjangkau. Bahkan Cocacola juga menawarkan
ukuran kemasan produk yang lebih kecil.
Bagian V | Menanti Kebijakan Pemerintah
Tentu kita berharap pada
pemerintah untuk segera mengambil langkah-langkah yang bisa benar-benar
meningkatkan daya beli kelas menengah. Salah satu cara yang bisa ditempuh
adalah dengan menarik lebih banyak investasi terutama di sektor-sektor yang
padat karya yang mampu menciptakan banyak lapangan kerja. Seperti contohnya
manufaktur.
Jika investasi masuk dengan
lancar, akan lebih banyak lapangan pekerjaan yang terbuka dan keuangan kelas
menengah bisa kembali stabil.
Pemerintah juga perlu mengurangi
beban-beban yang kini dipikul oleh teman-teman di kelas menengah. Dalam hal
ini, sebaiknya pemerintah menghindari langkah seperti menaikkan pajak atau
mengurangi subsidi. Itu akan sangat membantu meringankan beban kaum kelas
menengah yang masih kesulitan mendapatkan pekerjaan. Berikutnya diharapkan
pemerintah bisa menjaga stabilitas harga kebutuhan dasar seperti bahan bakar
dan transportasi. Juga bisa menekan biaya pendidikan, kesehatan, dan perumahan.
Dalam hal ini, pemerintah kiranya perlu merumuskan kebijakan yang dapat
mengatasi tingginya biaya sekolah atau biaya ukati pendidikan tinggi serta
mempermudah akses pada kepemilikan rumah.
Dengan semua langkah itu, kita
optimis daya beli kelas menengah bisa kembali menguat, roda perekonomian akan
berputar lebih cepat dan penerimaan pajak juga bisa naik. Di pihak lain, para
pebisnis bisa tersenyum karena situasi kembali stabil. Mereka tidak perlu lagi
sibuk berperang harga atau menghemat biaya operasional secara berlebihan.
Indonesia perlu memperbanyak dan
memperkuat kelas menengah supaya bisa meraih impian masa depan. Kelas menengah
bukan hanya sekedar kaum yang mendorong kenaikan konsumsi. Mereka adalah kaum
yang berperan penting dalam menjaga stabilitas ekonomi nasional dalam jangka
panjang. Merekalah yang mendukung pertumbuhan ekonomi dengan daya beli yang
konsisten serta mendorong investasi dan menciptakan pasar yang lebih dinamis.
Kondisinya akan sangat jauh berbeda kalau jumlah kelas menengah kita terus
menciut. Cita-cita menjadikan Indonesia sebagai negara maju di tahun 2045 akan
semakin sulit dicapai. Sebab, kalau kita ingin terbilang negara maju, maka
salah satu syarat yang harus kita penuhi adalah mempunyai kelas menengah dalam
jumlah yang banyak, juga pendapatan perkapita yang cukup tinggi.
Itulah sebabnya kenapa kita
membutuhkan dan perlu memprioritaskan kebijakan pemerintah yang dapat membantu
bertambahnya kelas menengah.
Bagian VI | Renungan Dan Pelajaran
Dalam situasi dimana kelas
menengah menurun dan masyarakat berada dalam keterbatasan. Perusahaan yang
hebat bukan sekedar menjual produk, tetapi tampil sebagai solusi bagi
pelanggannya. Di tengah ketidakpastian, perusahaan perlu membaca ruang-ruang
peluang yang tersembunyi, menghadirkan nilai baru dan beradaptasi dengan cepat,
entah itu melalui produk, layanan, atau bahkan mengubah model bisnisnya.
Perusahaan yang sukses adalah
yang memahami bahwa setiap perubahan dalam kehidupan pelanggannya adalah
peluang untuk berinovasi. Mereka tidak hanya berbisnis, tetapi menjadi pelita
di tengah kegelapan membantu pelanggan untuk terus bergerak. Meskipun dalam
keterbatasan, dengan pedekatan ini perusahaan tidak hanya memenangkan dompet,
tapi juga hati dan loyalitas pelanggan. Lebih dari sekedar bertahan, perusahaan
yang mampu melakukan ini berkontribusi memutar roda ekonomi Indonesia dan
semoga turut menyelamatkan sahabat-sahabat kita di kelas menengah yang sedang
berjuang. Karena pada akhirnya bisnis yang hebat adalah yang mampu menjadi
harapan dan solusi disaat paling dibutuhkan.