Kenapa Apple Tidak Melakukan PHK Masal

 


Kenapa Apple tidak melakukan PHK massal? Padahal teman-temannya. Google. Meta. Microsoft, dan Amazon mem PHK belasan ribu karyawan. Memburuknya kondisi makro ekonomi dituding sebagai alasan utamanya. Nah, kalau benar itu alasannya, maka seharusnya Apple juga PHK karyawan dong. Tapi ternyata sampai saat ini Apple tidak, atau setidaknya belum memberhentikan karyawan.

Bagaimana perusahaan yang dikomandani Team Cook itu bisa terlepas dari perangkat PHK massal?


Di tahun 1997 Apple sedang terpuruk. Pendapatannya menurun terus membuat kerugian finansial yang sangat signifikan. Pangsa pasarnya juga menciut dibandingkan pesaing utamanya seperti Microsoft dan IBM. Apple kesulitan bersaing dan nyaris tidak terlihat di pasar komputer. Produk-produknya tidak inovatif dan kurang berguna. Wajar kalau banyak orang kemudian yakin bahwa Apple akan segera bangkrut.

Dalam kondisi seperti itulah Steve Jobs yang 12 tahun sebelumnya dipecat, dipanggil pulang. Steve segera bergerak memennahi perusahaan yang dicintainya itu. Lini produk Apple disederhanakan. Proyek-proyek yang tidak berpotensi dibatalkan, lalu struktur organisasi dirampingkan supaya mampu bergerak cepat menghasilkan produk-produk yang dibutuhkan pelanggan. Dia ingin memastikan bahwa Apple hanya membuat produk-produk inovatif dan berguna. Masih banyak tindakan lainnya, seperti mengurangi biaya, memperkenalkan konsep design industri, dan melakukan pemasaran yang kreatif, termasuk melakukan. Satu hal yang menurut Steve bicara dari pengalamannya menyakitkan itu adalah memecat 4100 karyawan sebagai konsekuensi dari upaya transformasi yang ia lakukan.

Pada saat kembali ke Apple. Steve sudah berbeda dari Steve yang dikenal banyak orang. Dia sudah menjadi sosok yang lebih bijak. Mungkin itu hasil dari 12 tahun dia berkelana, bertemu dan bekerja bersama dengan orang-orang hebat dan tim-tim yang hebat. Perantauan itu membuat Steve memiliki pandangan kuat tentang bagaimana seharusnya perusahaan mengelola sumber daya manusia.

Akhirnya dia percaya bahwa perusahaan harus mempekerjakan orang yang paling berkualitas, kemudian membuat mereka merasa diterima dan berharga sebagai bagian dari tim. Sejak itu, filosofi “less is more” hidup di Appele. Filosofi itu bukan hanya tentang produk, tapi juga untuk perencanaan SDM. Apple tidak mengeluarkan terlalu banyak jenis dan tipe produk. Nah. Apple juga hanya mempekerjakan sedikit orang dengan kualitas tinggi. Mereka diberi tanggung jawab besar dan kendali yang leluasa untuk menciptakan produk-produk terbaik. Nah, disitulah letak jawaban kunci dari pertanyaan saya di awal. Kenapa Apple hingga hari ini belum melakukan PHK masal.

Namun apa konkretnya yang dimiliki atau dilakukan Apple sehingga kok bisa bertahan untuk tidak meniru tindakan teman-temannya itu? Nah, ada 5 alasannya dan kelimanya itu memberikan pelajaran penting untuk kita. Yuk, kita bahas satu persatu.

1.   Apple Hati-Hati Merekrut Karyawan

Kita tengok kembali kondisi beberapa tahun yang lalu. Di awal pandemi, sejumlah perusahaan teknologi global merekut karyawan besar-besaran. Data menunjukkan, sejak September 2019  hingga September 2022. Amazon menggandakan jumlah karyawannya. Meta juga menambah karyawan hingga 94%.

Seolah nggak ingin kalah Google juga ikut menambah pegawainya sampai 57%. Sedangkan Microsoft meningkatkan jumlah karyawannya hingga 53%.

Apole beda pada periode yang sama, jumlah karyawannya hanya bertambah 20%. Sehingga secara global jumlah pegawai mereka jadi cuma 164.000 orang. Nah, sejak 2015 pertumbuhan karyawan Apple per tahun memang ga pernah berada di atas 10%. Padahal, pertumbuhan jumlah karyawan Amazon, Meta, dan Google selalu di atas 10 hingga 15 %. Nah, jadi dalam urusan merekrut karyawan Apple sangat berhati-hati. Keputusan untuk tidak melakukan PHK massal juga mencerminkan visi dan branding Apple yang selalu think diferrent. Apalagi, keputusan perusahaan-perusahaan besar yang merumahkan karyawannya sebenarnya cuma ikut-ikutan. Nah, itu menurut Profesor ilmu bisnis Universitas Stanford. Jeffrey Pfeffer

Dalam sebuah wawancara dia mengatakan bahwa PHK yang dilakukan perusahaan besar belakangan ini adalah hasil dari perilaku imitatif dan tidak didukung oleh bukti yang kuat.

Coba kita ingat-ingat kejadiannya ya gak lama. Setelah Twitter mengumumkan PHK besar-besaran, maka kurang dari 3 bulan kemudian Microsoft. Google. Facebook. Amazon, dan banyak perusahaan tenologi lainnya juga melakukan PHK. Nah, dalam hal ini Apple menjadi pengecualian dan mereka tetap fokus pada tujuan jangka panjangnya.

2.   Inisiatif Bisnis Aplle Sangat Terukur

Sepanjang sejarah Apple tidak pernah berinvestasi pada inisiatif bisnis yang berbasis eforia dan beresiko. Apple lebih memilih berkonsentrasi pada sektor bisnis yang memberikan dampak signifikan terhadap pertumbuhan perusahaan. Apple hanya masuk ke pasar yang permintaannya jelas dan kuat. Disaat yang sama Apple tahu bahwa produk yang ada di pasar itu masih jauh dari sempurna. Nah, disitulah kemudian Apple menciptakan dan menjual produk-produk fantastis yang bernilai tinggi bagi pelanggan di pasar itu.

Penekatan itu terbukti membuat Apple sukses. Contohnya, sewaktu mereka masuk ke pasar smartphone dengan iphone pada tahun 2007, kehaderan iphone langsung mengguncang pasar dan menciptakan standar baru tentang ponsel pintar. Begitupun ketika mereka masuk ke pasar smartwatch yang sedang berkembang di tahun 2015 dengan Apple Watch. Cara seperti itu membuat Apple berbeda dari kebanyakan raksasa teknologi lainnya. Itu pula yang membuat Apple belum serius menggarap metaverse. Tim Cook menilai bahwa sebagian besar orang belum bisa mendefinisikan metaverse sehingga metaverse berpotensi menjadi masalah.

Kehati-hatian itu terlihat dari rencana mereka terjun ke pasar headset VR/AR. Beritanya, sudah beredar bahwa mereka akan mencukan headset AR VR bernama Reality Pro antara Maret sampai Mei. Tapi, jadwal peluncuran produk ini kayaknya akan bergeser karena Apple masih harus memastikan bahwa produk use casenya jelas dan kuat, serta bug-bug yang ada pada HESA tersebut benar-benar harus sudah bisa teratasi. Selain itu, dibanding Meta. Amazon, atau Google sebagai perusahaan. Apple sudah jauh lebih matang. Mereka telah menggeluti bisnisnya selama beberapa dekade. Mereka juga berpengalaman menghadapi resesi dan ngerti cara mengatasinya. Itulah pengalaman yang membuat Apple mungkin bisa melihat tren jangka panjang sehingga mereka tidak gegabah melakukan recruitment massal maupun menginisiasi bisnis yang belum jelas.

3.   Apple Memiliki Model Bisnis Yang Berbeda

Apple berbeda dengan Google,Meta. Microsoft, atau Amazon karena porfolio business Apple masih didominasi dengan memproduksi dan menjual perangkat keras. Sementara teman-temannya itu fokus pada mengembangkan dan menjual layanan berbasis perangkat lunak. Dan tidak seperti perangkat lunak yang mudah di scale up, perangkat keras seperti iphone, ipad, dan Mac nggak semuda itu di scale upnya. Ada laporan yang menyatakan bahwa selama pandemi, permintaan beberapa produk Apple meningkat secara signifikan. Ya, kita ingat ya, ketika pandemi, orang kan lebih banyak bekerja di rumah dan juga belajar di rumah. Sehingga permintaan komputer pribadi dan produk teknologi lainnya ikutan meningkat.

Sayangnya Apple kesulitan mengejar produksi. Ketika itu mereka menghadapi masalah rantai basok, bahan bakunya langka, pabriknya banyak yang tutup, ketersediaan komponen inti banyak berkurang, dan kegiatan pengiriman juga serba terbatas. Itu semua membuat Apple susah memenuhi berbagai kebutuhan yang menopang produksinya.

Itu pula yang membuat Apple akhirnya hanya bisa berusaha mempertahankan lini produk yang ada dan merawat pelanggan yang sudah ada. Diantaranya dengan menawarkan promosi, memberikan dukungan pelanggan, dan meningkatkan rantai pasok untuk memastikan pelanggan mendapatkan produk yang dipesannya. Nah, situasinya berbeda dengan perusahaan perangkat lunak seperti Google, Microsoft. Meta, dan kawan-kawannya. Google lebih mudah memenuhi peningkatan permintaan layanan yang drastis. Tinggal naikkan kapasitas server dan tambah karyawan untuk memastikan bahwa semuanya berjalan baik.

Mereka bahkan berinvestasi pada produk dan fitur baru, khususnya untuk mendukung kerja jarak jauh dan belajar online. Hal yang sama juga dilakukan Microsoft dengan berinvestasi pada cloud computing dan alat kolaborasi digital. Sementara itu. META berinvestasi besar-besaran membangun metaverse.

Hal yang mirip juga dilakukan Amazon supaya bisa memenuhi permintaan belanja online yang meningkat drastis. Mereka memperluas kemampuan pengiriman dan pemenuhan pesanan, mereka juga memperkaya pilihan produk serta menambahkan kategori produk baru. Mereka merekrut ratusan ribu karyawan baru untuk menyiasati lonjakan permintaan di masa pandemi itu, dan juga untuk membantu peluncuran produk dan layanan baru mereka. Sayangnya, seiring meredanya pandemi, permintaan pun ikut mereda. Sebagian masyarakat kembali pada kebiasaan lama. Memang, dibanding sebelum pandemi sekarang, penggunaan teknologi digital lebih tinggi, tapi tingginya tidak seperti yang mereka prediksi. Hasilnya, mereka jadi kelebihan kapasitas dan juga kelebihan karyawan. Nah. Apple tidak mengalami masalah itu.

4.   Apple Memiliki Posisi Finansial Kuat

Saat ini Apple merupakan salah satu perusahaan teknologi terbesar dan paling sukses di dunia. Kekuatan finansial yang Apple miliki membantunya tetap tumbuh setelah pandemi. Cadangan uang tunainya besar dan bisa menjadi peredam ketidakpastian ekonomi. Kekuatan itu juga memungkinkan mereka berinvestasi pada produk dan layanan baru, termasuk di masa-masa sulit seperti sekarang ini. Selain itu. Apple memiliki sumber pendapatan yang beragam. Produk dan layanan mereka juga menyasar pasar yang relatif tidak terpengaruh pada gejolak ekonomi. Kondisi ini membuat perusahaan bisa mempertahankan stabilitas finansialnya, bahkan ketika beberapa pasar atau industri mengalami volatilitas atau bahkan juga penurunan.

Selanjutnya fokus pada inovasi produk adalah faktor lain yang mempengaruhi kekuatan finansial Level reputasi Apple sebagai penghasil produk berkualitas tinggi dan inovatif sangat-sangat kuat. Itu sebabnya, produk baru mereka sangat dinanti dan dicari konsumen. Reputasi seperti itulah yang membuat permintaan yang besar terhadap produk Apple bisa tetap bertahan, termasuk ketika ekonomi memasuki masa-masa sulit. Apple memiliki komitmen yang bagus terhadap karyawannya. Ini yang juga membantu perusahaan tetap tumbuh setelah pandemi.

Mereka memiliki sejarah panjang dalam berinvestasi pada karyawannya. Selama pandemi, mereka mampu bertahan untuk tidak melakukan PHK karena mereka menemukan alternatif untuk mengatasi persoalan biaya, yaitu mengurangi gaji para eksekutifnya. Hasilnya, moral dan motivasi pegawai bisa tetap bertahan. Apple pun sabil dan bisa terus memproduksi dan memberikan pelayanan kualitas bagi para pelanggannya.

5.   Apple Memotong Gaji Eksekutif

Nilai pemotongan gaji para eksekutif apel mungkin enggak terlalu signifikan ya jika dibandingkan dengan tumpukan uang cash yang dimiliki oleh perusahaan.

Tapi sebesar apapun pemotongan itu layak dimasukkan sebagai alasan yang kelima.

gambarannya begini.

Tahun 2022 Tim Cook menerima kompensasi tahunan sebesar 99,4 juta US dollar atau 1,5 triliun rupiah. Woh gede banget ya, itu terdiri dari gaji pokok, insentif, dan juga saham. Nah, mengawali tahun 2023. Te Cook mengajukan pemotongan gajinya sendiri sebesar 50 jt US dollar atau sekitar 756,8 milyar rupiah atau terpangkas lebih dari 40 %.

Berarti tahun ini Tim Cook di estimasikan hanya akan menerima kompensasi tahunan sebesar 49 juta US Dollar atau sekitar 742,8 milyar rupiah. Memang ada ya spekulasi bahwa pengajuan pemotongan itu bukan semata-mata ide tim cook, melainkan akibat adanya tekanan para pemegang saham. Oke, kita abaikan dulu deh, spekulasi kayak gitu. Sebab yang kita ingin lihat adalah pengaruh pemotongannya, jelas. Permintaan pemotongan kompensasi oleh Tim Cook menjadi kekuatan moral bagi para karyawan.

Mereka tahu bahwa pimpinan tertinggi mereka mau ikut menanggung upaya efisiensi perusahaan. Apalagi, pemotongan kompensasi itu juga berlaku untuk para eksekutif lainnya. Kinerja Team Cook sebagai CEO Apple sejak 2011 ini juga dinilai sangat luar biasa, terutama jika dibandingkan dengan kondisi 12 tahun yang lalu ketika dia harus menghtikan shift Jobs. Dunia ga bisa ngebayangin waktu itu Apple tanpa co-founder ikonik seperti Stevet Jobs. Tapi ternyata dunia tidak dapat mengabaikan timku. Sebab dibawah kepemimpinannya, nilai pasar saham Apple meningkat dari 300 miliar US dollar menjadi 2,3 triliun US dollar. Itu yang membuat Apple saat ini menjadi perusahaan paling bernilai di dunia.

Epilog | Tantangan Apple Ke Depan

Sebelum kita ngomongin tantangan, kita kembali ke berita bahwa Apple telah memecat karyawannya. Berita itu tidak tepat karena ternyata nih sebenarnya orang-orang yang kena pecat itu bukan karyawan Apple, melainkan karyawan dari perusahaan kontraktornya Apple.

Memang sejak Agustus tahun lalu secara berkala Apple mengurangi kerja sama dengan perusahaan-perusahaan kontraktor yang berakibat pada karyawan mereka jadi terpaksa kehilangan pekerjaannya.

Jadi situasi ini berbeda ya dengan apa yang terjadi di meta Google, Amazon, dan Microsoft yang sudah kita bicarakan sebelumnya.

Oke sekarang yuk kita bicara tantangan Apple kedepannya. Tidak atau belum memphk karyawan, bukan berarti Apple aman. Mereka tidak sepenuhnya kebal terhadap dampak pandemi dan resesi. Kita tahu ya, hampir semua produk Apple dirancang di Amerika Serikat dan diproduksi di Tiongkok. Di Negeri Panda itu. Tim Cook membangun jaringan pemasok yang besar dan iphone sebagai produk yang paling penting. 85% yang dibuat di pabrik Foscon di Tiongkok itu membuat rantai pasukan Apple amat tergantung pada Tiongkok. Nah, pada kuartal akhir tahun lalu, ketergantungan itu menampakan dampak buruknya pabrik iphone di Zeng Shou terhenti cukup lama karena ketatnya kebijakan zero Covid di Tiongkok dan pemukukan karyawan.

Produksi iphone 14 Pro baru terpaksa dihentikan pada musim belanja Natal. Padahal, itulah waktu terpenting bagi Apple untuk berjualan.

Team Cook tampaknya sadar bahwa ketergantungan itu adalah kelemahan perusahaannya. Maka kini dia sedang mencoba untuk memperluas rantai pasokan globalnya ke Vietnam dan juga India. Selain itu, produksi produk Apple di Meksiiko juga ditingkatkan.

Apple juga dibayang-bayangi persoalan hukum. Sejumlah otoritas dari Brussele hingga Washington menuduh Apple telah melakukan monopoli dengan AP Storenya. Mereka terganggu dengan tingginya komisi yang dibebankan dalam AP Store yang mencapai 30%. Oke, selanjutnya kita akan ambil pelajaran penting dari bahasan ini. Setidaknya ada tiga hal.

Yang pertama, hati-hati dalam melihat peluang bisnis, hindari jebakan tren jangka pendek, amati dan kaji trend jangka panjang, garap peluangnya, dan antisipasi. Seperti apa perubahannya kedepan.

Kedua, kita bisa memahami skill besar-besaran yang dilakukan perusahaan teknologi di masa pandemi. Sebab, di dunia mereka siapa yang paling gercep? Ya, dialah yang akan menguasai pasar masing-masing pasti nggak mau kehilangan peluang dan pelanggan gara-gara dicuri pesaing yang bergerak lebih cepat. Namun tetep aja ya, kita harus bijak dalam memilih dan mengeksekusi inisiatif bisnis baru. Hati-hati dalam mengukur peluang dan juga respon. Rasa optimis jelas boleh karena itulah ciri pengusaha. Namun kita perlu juga waspada terhadap asumsi-asumsi yang kita buat. Kadang-kadang tanpa sadar kita terjebak pada eforia yang memabukkan.

Yang ketiga karyawan adalah aset penting perusahaan Mercode. Mereka ga mudah mengembangkan mereka juga tidak murah. Maka kalau direkrut hanya untuk dipecat di kemudian hari, ya jelas itu sebuah kerugian. Oleh karenanya, kita harus cermat dalam menyusun perencana SDM karena PHK itu efektif. Negatifnya besar sekali. Bukan hanya pada karyawan yang dipecat, melainkan juga pada karyawan yang merasa belum dipecat. Pada akhirnya, keberanian tanpa kebijaksanaan adalah angin kosong yang membawa kapal ke tepian. Namun, jika kebijaksanaan dibarengi keberanian, maka itu adalah roda yang bisa membawa perusahaan menuju masa depan yang cerah dalam situasi industri yang bergejolak, para pemimpin harus memiliki keberanian untuk berinovasi dan di saat yang sama kebijaksanaan untuk membuat keputusan yang matang. Dengan kombinasi seimbang atas keduanya, perusahaan akan mampu bertahan dan terus berkembang di tengah situasi yang tidak menentu.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama