Pada tahun 1978, ketika tank Xiaoping meluncurkan reformasi ekonomi, Tiongkok adalah negara yang miskin dan terisolasi. Namun, dalam waktu kurang dari empat dekade, negara ini berhasil menjadi kekuatan ekonomi kedua terbesar di dunia. Pertumbuhan ekonomi rata-rata Tiongkok 10% per tahun selama beberapa dekade adalah prestasi yang belum pernah terjadi sebelumnya. Dalam sejarah modern, keberhasilan Tiongkok telah memicu perdebatan sengit di kalangan para ahli. Beberapa orang memuji model pembangunan Tiongkok sebagai solusi untuk mengatasi kemiskinan dan ketidak setaraan. Namun, ada juga yang mengkritik model ini karena dianggap tidak berkelanjutan dan mengancam lingkungan.
Daftar isi
Apa yang sebenarnya membuat
Tiongkok begitu sukses? Apakah keberhasilan ini dapat direplikasi oleh
negara-negara lain? Penelitian kami menunjukkan bahwa keberhasilan Tiongkok
adalah hasil dari kombinasi faktor-faktor yang saling melengkapi, termasuk kebijakan
industrialisasi yang agresif, investasi besar-besaran dalam infrastruktur, dan
dukungan kuat dari pemerintah pusat. Selain itu, budaya kerja yang keras dan
semangat kewirausahaan juga memainkan peran penting dalam mendorong pertumbuhan
ekonomi.
Kebentuntungan Dan Faktor Alam
Cina memiliki sejumlah keuntungan
alami dalam hal geopolitik, salah satunya terkait dengan lokasi strategisnya.
Seorang analis ekonomi pernah berkata bahwa kedekatan dengan tetangga kaya
adalah salah satu faktor kunci pertumbuhan ekonomi, dan dalam hal ini China
seperti memenangkan lotre, dikelilingi oleh negara-negara tetangga yang maju
dan bersedia berinvestasi serta berdagang dengannya. iina juga diuntungkan
dengan tidak menjadi negara terkurung daratan, memiliki pelabuhan yang
strategis untuk rute perdagangan ke utara, selatan, bahkan melintasi Samudra
Pasifik di timur. China berhasil memanfaatkan momentum globalisasi untuk
melakukan industrialisasi secara besar-besaran dengan mengadopsi teknologi
modern dari negara lain dan mengombinasikannya dengan biaya tenaga kerja yang
rendah di dalam negeri Cina meraih apa yang disebut keuntungan keterbelakangan.
Hal ini memungkinkan Cina untuk
menjadi produsen global dengan efisiensi dan daya saing yang tinggi. Populasi
muda yang besar dan upah tenaga kerja yang murah menjadikan Cina sebagai daya
tarik utama bagi perusahaan-perusahaan global. Ditambah dengan lokasi geografis
yang strategis, China telah berhasil menjadi pusat produksi manufaktur dunia.
Ledakan kelahiran pada tahun 1950
an dan seribu sembilan ratus enam puluh an telah memberikan Cina pasokan tenaga
kerja yang melimpah, yang menjadi salah satu faktor kunci dalam menarik
investasi asing. China yang kita kenal saat ini dengan ekonomi modernnya adalah
hasil dari transformasi besar-besaran pada pertengahan 1970 an, negara ini
masih sangat berbeda. Sebagai negara sosialis yang tertutup, sebagian besar
penduduknya bekerja di sektor pertanian. Untuk mencapai kemajuan pesat seperti
sekarang Cina harus melewati berbagai rintangan dan membuat keputusan-keputusan
berani dalam memanfaatkan peluang globalisasi.
Kepemimpinan Yang Cerdas Dan Bijaksana
Di pertengahan dekade 1970 an,
para pemimpin Tiongkok mengambil keputusan berani. Mereka mengakui dengan jujur
bahwa kebijakan yang mereka terapkan selama ini tidak membuahkan hasil yang
diharapkan. Dengan kerendahan hati mereka mengakui kesalahan dan membuka diri
untuk belajar dari pengalaman negara lain.
Langkah pertama yang diambil
adalah mengirimkan delegasi pejabat ke berbagai negara, termasuk Eropa Timur,
Hongkong. Eropa Barat, dan Jepang. Setelah kembali dari kunjungan tersebut,
para reformies seperti Deng Xiaoping menyimpulkan bahwa Tiongkok tertinggal
jauh di belakang negara-negara lain. Kesadaran ini semakin menguat, mendorong
pengiriman lebih banyak delegasi untuk melakukan studi banding yang lebih
intensif. Tujuannya jelas mempelajari bagaimana negara-negara dengan sistem
ekonomi kapitalis berhasil mengelola perekonomian mereka dan membawa
pengetahuan tersebut kembali ke Tiongkok untuk diterapkan.
Selama kunjungan mereka, para
pejabat ini sangat tercengang melihat tingkatan kehidupan sehari-hari para
pekerja biasa di negara yang mereka kunjungi. Dalam laporan mereka, mereka
mengungkapkan bahwa hanya dalam waktu sebulan lebih, pengamatan pandangan mereka
benar-benar berubah. Pengalaman yang mereka alami, baik yang dilihat maupun
didengar, sangat mengejutkan dan mendorong mereka untuk mempertimbangkan
perubahan yang signifikan. Sebelumnya, mereka beranggapan bahwa negara-negara
dengan sistem kapitalis itu terbelakang dan penuh kemewahan yang berlebihan.
Namun, setelah keluar dari lingkungan mereka sendiri, mereka menyadari bahwa
kenyataan yang mereka temui jauh berbeda dari apa yang mereka percayai selama
ini. Perjalanan ini memicu pergeseran pandangan di kalangan pejabat Tiongkok,
dimana mereka mulai melihat bahwa beberapa bentuk liberalisasi mungkin
diperlukan dan akan membawa manfaat bagi negara mereka.
Liberalisasi ekonomi di Tiongkok
tidak lepas dari dinamika politik internal, salah satu aspek yang menarik
adalah kecepatan perubahan ekonomi mereka. Pada era globalisasi, terdapat
perdebatan sengit mengenai pendekatan liberalisasi. Sebagian pihak, termasuk
Amerika Serikat dan IMF, menganjurkan liberalisasi secara cepat dan menyeluruh
yang dikenal sebagai terapi kejut.
Pendekatan ini diterapkan di
banyak negara seperti Rusia dan beberapa negara di Amerika Latin. Namun.
Tiongkok memilih jalur yang berbeda, sementara ada yang menganjurkan perubahan
drastis dan cepat. Kelompok lain lebih mendukung pendekatan yang lebih bertahap
dalam liberalisasi. Mereka berpendapat bahwa perubahan yang terlalu cepat dapat
berisiko dan kurang efektif. Faktanya, pengalaman banyak negara menunjukkan
bahwa pendekatan bertahap seperti yang dilakukan Tiongkok cenderung memberikan
hasil yang lebih baik dalam jangka panjang. Negara-negara yang memilih terapi
kecut seringkali mengalami pertumbuhan ekonomi yang tidak stabil dan bahkan
kemunduran setelah periode awal yang gemilang.
Tiongkok telah menunjukkan
kecerdasan dalam menerapkan perubahan ekonomi, Alih-alih melakukan reformasi
secara drastis, mereka memilih pendekatan yang lebih hati-hati. Beberapa
wilayah dipilih sebagai percontohan untuk menerapkan sistem kapitalis. Jika
eksperimen ini berhasil, maka kebijakan tersebut akan diterapkan secara lebih
luas.
Proses liberalisasi ekonomi di
Tiongkok pun dilakukan secara bertahap. Sebagai contoh, sistem harga dua
tingkat digunakan sebagai jembatan menuju sistem harga pasar. Setelah dirasa
aman, sistem harga dua tingkat ini kemudian dihapuskan. Pendekatan yang terukur
dan bertahap ini menjadi kunci keberhasilan reformasi ekonomi di Tiongkok.
Liberalisasi dan industrialisasi harus berjalan seiring namun dengan urutan
yang tepat. Sektor pertanian dapat menjadi contoh yang baik di negara-negara
pra industry sebagian besar penduduk bekerja di sektor ini ketika negara
tersebut memulai berindustrialisasi. Masalah utama yang muncul adalah kurangnya
keterampilan tenaga kerja pertanian untuk beradaptasi dengan lingkungan kerja
yang baru.
Untuk membangun negara yang
modern dan melahirkan perusahaan-perusahaan yang mampu bersaing di kancah
global, melibatkan seluruh masyarakat adalah kunci utama. Tiongkok sebagai
contoh membuktikan hal ini pada dekade 1970 an. Sebagian besar penduduk
Tiongkok menggantungkan hidup pada pertanian komunal.
Para pemimpin Tiongkok kemudian
mempelajari cara-cara modernisasi dari negara lain, terutama Jepang.
Keberhasilan Jepang dalam melakukan industrialisasi secara cepat pada era Meiji
menjadi inspirasi bagi Tiongkok. Melihat keberhasilan serupa di Taiwan dan
Korea Selatan. Tiongkok semakin yakin bahwa model Jepang adalah jalan yang
tepat untuk mereka tempuh. Reformasi pertanian di China diawali dengan
peralihan sistem kolektif menjadi sistem tanggung jawab individu atau kelompok
kecil. Langkah ini mendorong petani untuk mengelola lahan yang lebih terbatas
secara lebih efisien sehingga produktivitas meningkat signifikan.
Surplus hasil pertanian yang
melimpah kemudian disalurkan untuk menopang pembangunan industri, terutama
industri ringan seperti tekstil. Dengan memanfaatkan teknologi dari negara
lain, baik melalui kerjasama maupun imitasi China berhasil menarik investasi
dan menciptakan lapangan kerja baru di perkotaan.
Perpindahan penduduk dari desa ke
kota pun terjadi secara masif, membawa mereka pada lingkungan kerja modern dan
memberikan kesempatan untuk mempelajari keterampilan baru.
Selama kurun waktu tertentu China
secara strategis mengalihkan fokus investasinya ke sektor manufaktur berat,
beralih ke produksi barang-barang yang memerlukan modal lebih besar. Kebijakan
pemerintah yang dikenal sebagai disiplin ekspor turut mendorong pertumbuhan
industri ini.
Melalui kebijakan ini
perusahaan-perusahaan diberikan insentif jika berhasil mencapai target ekspor
tertentu.
Persaingan ketat di pasar global
yang harus dihadapi oleh perusahaan-perusahaan ini menjadi ajang pembuktian
sekaligus pembelajaran yang berharga. Di sisi lain, pemerintah juga tidak
melupakan pentingnya melindungi industri-industri dalam negeri yang dianggap
masih lemah. Kebijakan seperti tarif serta pengaturan suku bunga dan nilai
tukar diterapkan untuk melindungi industri-industri tersebut dan mendorong
pertumbuhan ekonomi secara menyeluruh.
Reformasi ekonomi China yang
gemilang didorong oleh tiga pilar utama reformasi agraria yang mengedepankan
keluarga petani, industrialisasi berorientasi ekspor, dan kebijakan moneter
yang mendukung kedua sektor tersebut. Meski sejumlah gagasan cemerlang seperti
sistem harga ganda dan reformasi lahan muncul dari masyarakat, keberanian para
pemimpin Ciina dalam merangkul perubahan belajar dari negara lain, dan
menerapkan reformasi secara bertahap adalah kunci keberhasilan.
Mereka patut diacungi jempol
karena telah berhasil menerapkan model pembangunan yang efektif. Model ini
terbukti mampu menarik investasi untuk industriisasi, memindahhkan tenaga kerja
dari sektor pertanian ke industri, serta mendorong perusahaan-perusahaan lokal
untuk bersaing di kancah global. Namun, dibalik semua keberhasilan ini, faktor
kunci yang paling menonjol adalah semangat kerja keras yang dimiliki oleh
masyarakat Cina.
Budaya Kerja Yang Kuat
Sejak tahun 1970 an. Tiongkok
telah membentuk sebuah budaya kerja yang sangat kompetitif dan penuh tekanan.
Masyarakatnya didorong untuk selalu berprestasi dan mandiri. Tekanan ini datang
dari berbagai aspek kehidupan, baik dari lingkaran sosial terdekat maupun dari
tuntutan sosial yang lebih luas. Banyak individu merasa termotivasi untuk
meraih kesuksesan, tidak hanya untuk kepentingan pribadi, namun juga sebagai
bentuk tanggung jawab terhadap keluarga dan negara.
Standar akademik yang tinggi dan
ekspektasi yang besar menandai sistem pendidikan di Tiongkok. Siswa di sana
dituntut untuk belajar lebih lama, memiliki waktu luang yang terbatas, dan
mengikuti les tambahan setelah jam sekolah. Puncak dari tekanan ini adalah
ujian masuk perguruan tinggi atau Gaokao. Nilai Gaokao menjadi penentu utama
bagi siswa untuk masuk ke universitas favorit dan membuka peluang karir yang
lebih baik. Tekanan untuk berhasil dalam Gaokao begitu besar sehingga
seringkali digambarkan dengan papan hitung mundur.
Lulusan di Tiongkok menghadapi
persaingan kerja yang sangat ketat. Untuk bisa meraih posisi bergengsi di
perusahaan-perusahaan seperti Huawei, mereka harus siap bekerja sangat keras.
Budaya kerja di Tiongkok, terutama di perusahaan teknologi sering digambarkan
sebagai budaya serigala yang sangat kompetitif.
Sistem 996 yaitu bekerja dari jam
9 pagi hingga 9 malam selama 6 hari seminggu menjadi norma yang umum. Para
pekerja saling memacu untuk mencapai target yang tinggi, bahkan jika itu
berarti harus mengorbankan waktu istirahat. Meskipun sudah ada undang-undang
yang mengatur jam kerja, namun penerapannya masih lemah. Ketika kita melihat
negara-negara berkembang pesat, mudah untuk mengaitkannya dengan budaya mereka.
Namun, tanpa tanda yang objektif, sulit untuk membuktikan hubungan tersebut. “Jika
saya harus memilih satu faktor yang mungkin berperan besar, saya akan menunjuk
pada penekanan yang kuat pada pendidikan.”
Keberhasilan Ciina adalah hasil
dari kombinasi faktor-faktor yang kompleks. Selain keberuntungan dan kondisi
geografis yang menguntungkan. China juga memiliki tetangga yang mendukung dan
rute perdagangan yang strategis. Proses modernisasi yang dimulai pada awal era
globalisasi, ditambah dengan kepemimpinan yang cerdas yang memperkenalkan
reformasi kapitalis secara bertahap, telah mendorong pertumbuhan ekonomi yang
pesat. Dengan populasi muda yang besar dan etos kerja yang sangat tinggi,
khususnya dalam sistem pendidikan. China telah berhasil membangun
perusahaan-perusahaan yang mampu bersaing di pasar global.
Semua faktor ini telah
berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi yang kuat dan berkelanjutan selama
beberapa dekade, serta menjadikan Cina sebagai kekuatan ekonomi dunia.