Pemerintah katanya akan mengelola
BUMN dalam sebuah superhoning ala Temasek, dengan begitu. BUMN diharapkan bisa
bekerja lebih profesional. Lepas dari bayang-bayang politik. BUMN akan bisa
bertumbuh jauh lebih masif, di saat yang sama menguatkan ketahanan ekonomi
nasional. Tapi benarkah BUMN kita mampu menjadi seperti temasek? Lalu bagaimana
dengan peran sosialnya sebagai penjamin ketersediaan kebutuhan dasar
masyarakat? Yuk kita cari tahu.
Daftar isi
Bagian I | Ide Super Holding BUMN
BUMN dikabarkan akan dirombak di
era pemerintahan Presiden Prabowo Subianto. Konon BUMN akan menjadi sebuah
superholding mirip Temasek di Singapura. Tujuannya tidak lain supaya Badan
Usaha Milik Negara bisa berkontribusi lebih optimal pada upaya meningkatkan
kesejahteraan negeri kita. Begitulah kabar yang disampaikan Burhanuddin Abdullah,
anggota Dewan penasehat presiden terpilih. Ada beberapa keuntungan yang bisa
diraih kalau BUMN sampai dirombak, yang pasti pengelolaannya akan menjadi lebih
terpusat dan terintegrasi. Koordinasi antar perusahaan di lingkungan BUMN akan
lebih mudah dan sinergis. Pengelolaan aset-asetnya yang beragam bisa jadi lebih
efisien. Lalu, pengambilan keputusan dan pembiayaan menjadi lebih fleksibel.
Sehingga semua itu bisa membuat daya saingnya di pasar global jadi lebih kuat.
Yang nggak kalah penting adalah
BUMN diharapkan tidak lagi dirasuki. Kepentingan politik, seperti yang selama
ini sering terjadi misalnya dalam urusan penempatan direksi maupun dalam
pengambilan keputusan strategis. Dengan begitu, BUMN akan lebih profesional,
tata kelolanya berstandar internasional dan bisa lebih fokus pada urusan bisnis
serta keberlanjutan perusahaan.
Dengan skema baru tersebut tentu
saja Kementerian BUMN juga akan berubah. Kabarnya kementerian ini akan menjadi
Badan BUMN yang memiliki kendali, lebih terfokus dan independent. Diharapkan
dan ini tentu menjadi harapan kita semua. Superholding ini akan membawa BUMN
menuju tata kelola yang lebih transparan dan jauh dari kepentingan politik.
Bagian II | Bercermin Pada Temasek
Seperti kita tahu Temasek adalah perusahaan
Investasi yang dimiliki Kementerian Keuangan Singapura tapi beroperasi secara
independen, kecuali dalam hal penggunaan cadangan negara. Mereka harus meminta
persetujuan presiden agar pengelolaan asetnya tetap akuntable. Selain itu,
kinerja dan strategi investasinya berada dalam pemantauan dewan direksi
independent.
Dalam berbisnis, temase fokus
pada investasi jangka panjang, terutama di saham dan pasar negara-negara
berkembang. Mereka berani karena punya kewenangan dalam hal berinvestasi.
Mereka juga bebas dari kepentingan-kepentingan politik dalam mengambil keputusan.
Itulah yang membedakan temasek dari perusahaan pengelola kekayaan di
negara-negara lain. Temasek bertugas mengelola beberapa perusahaan milik
pemerintah atau perusahaan yang berafiliasi dengan pemerintah. Govement Link
Company atau GLC sejauh ini berdasarkan hasil riset GLC, di lingkungan Temasek,
kinerjanya lebih baik dibandingkan perusahaan non GLC karena transparansinya
dan keterbukaannya terhadap pasar internasional.
Dengan potofolionya yang beragam,
nilai aset Te Masihk tumbuh pesat. Pada tahun 1974, nilai aset mereka hanya 254
USD, tetapi di 2024 ini sudah bengkak jadi 389 milliar US Dollar. Pengembalian
tahunan rata-ratanya mencapai 10 sampai 15% dalam dua dekade terakhir. Sahamnya
ada di berbagai sektor, seperti DBS Gup Holdings, Alibaba, dan Singapore
Elines. Performa seperti itu adalah buah dari visi jangka panjang yang jelas,
tata kelola yang kuat, serta kemampuannya dalam mengambil keputusan yang cepat.
Mereka memang punya kebebasan sendiri untuk berkembang. Pemerintah hanya
mengurusi penunjukan manajemen utama.
Temasek Holdings menjadi contoh
sukses dalam mengelola aset negara Singapura. Tidak heran kalau beberapa negara
kemudian terinspirasi. Contohnya Malaysia. Pada tahun 1993, mereka mengikuti
jejak Temasek dengan bentuk ksanah nasional berhak.
Bagian III | Belajar Dari Khazanah
Khazanah berada di bawah
Kementerian Keuangan Malaysia, dibentuk untuk mengelola aset negara, pendapatan
negara, dan mendukung pembangunan ekonomi. Khazanah juga memiliki porfolio yang
tersebar di berbagai sektor penting, mulai dari telekomunikasi dengan Axiata Group
dan Telkom Malaysia sampai dengan sektor keuangan seperti CIB Group dan Sunlife
Malaysia. Sedangkan di aset bidang transportasi terdiri dari Malaysia Aviation
Group dan Malaysia Airport Holdings.
Di atas kertas ksanah mirip tema
sek karena potofolionya mencakup berbagai industri vital Malaysia. Tetapi
kenyataannya Kasanah belum bisa sesukses Temasek. Penyebabnya banyak antara
lain karena tidak semua BUMN Malaysia dikelola Hasanah, seperti diantaranya
Petronas yang tetap independen sebagai perusahaan energi raksasa. Padahal
perannya sangat strategis dan signifikan bagi perekonomian malaysia.
Selain itu performa Khazanah
sering dipertanyakan. Contohnya dalam kasus Malayssi Air line System yang
terus-menerus mengalami krisis keuangan. Malaysia Air Line masih belum bisa
bebas dari masalah itu. Meskipun pemerintah telah berkali-kali menyuntikkan
dana. Khazanah memang belum bisa beroperasi secara efisien dalam mengambil Keputusan
mereka belum semandiri Temasek yang bebas intervensi kepentingan politik.
Bahkan performanya masih tertinggal dari perusahaan milik negara lainnya
seperti Petronas yang lebih independen. Kalau betul mau membuat superholding,
Indonesia memang perlu belajar dari pengalaman Temasek maupun Hasanah Indonesia
bisa belajar soal transparansi dan kemandirian BUMN dalam pengelolaan dan
pengambilan berbagai keputusan.
Pada Temasek kita bisa melihat
kemampuan mereka dalam memisahkan bisnis dengan kepentingan politik sehingga
bisa fokus berbisnis untuk meraih keuntungan dan pertumbuhan jangka panjang.
Modal Temasek bisa ditiru untuk
memperkuat pengelolaan BUMN dengan memastikan akuntabilitas manajemen
kemandirian dan tata kelola yang baik. Sebab, kita berharap BUMN bisa
meningkatkan daya saingnya dan berkontribusi pada kemajuan ekonomi negara.
Sedangkan pada hasanah, kita bisa melihat sebuah tantangan dan hambatan besar
kalau perusahaan negara masih berkutat dalam pusaran kepentingan politik.
Bagian IV | Komersial VS Sosial
Seperti biasa wacana pembentukan
superholding ala Temasek diwarnai pro dan kontra. Bagi yang pro, mereka melihat
BUMN bisa bebas dari hambatan birokrasi dan akan lebih cepat dalam mengambil
keputusan-keputusan bisnis. Keberadaan Kementerian BUMN sebagai regulator
sekaligus operator seringkali menimbulkan konflik kepentingan. Akibatnya
keputusan-keputusan strategis jadi terhambat.
Dengan superholding BUMN bisa
lebih fokus pada efisiensi dan profesionalisme. Direksi dan komisaris ditunjuk
berdasarkan kompetensi masing-masing, bukan atas dasar kepentingan politi siapapun.
Mereka akan lebih responsif
terhadap peluang bisnis. Lebih adaptif terhadap perubahan pasar asalkan mereka
terhindar dari tekanan politik pihak manapun ketika harus mengambil keputusan.
Nantinya BMN diharapkan bisa
mengurangi ketergantungan pada suntikan modal pemerintah atau PMN. Selama ini
sering terjadi moral hazard karena sering mendapatkan PMN. Nah, para pengelola
terbiasa nyaman karena setiap kerugian ditanggung negara, mereka jadi abai dan
berdampak buruk pada performa bisnis, terus merugi dan gagal bersaing di pasar
nasional, apalagi di pasar global. Selain itu, diharapkan BUMN bisa lebih
mandiri, bebas dari intervensi, bisa bergerak lebih gesit, serta efisien dan
berdaya saing yang tinggi. Para petinggi BUMN bisa melakukan diversifikasi
investasi ke sektor swasta dan pasar global sehingga bisa meraup pendapatan
yang lebih stabil. Performa seperti itu bisa menarik perhatian dan minat para
investor.
Bagi yang kontra, mereka
berpandangan bahwa pemerintah perlu memperhatikan beberapa hal terlebih dahulu
sebelum meniru moda Temasek. Kita tahu peran dan fungsi BUMN di negara kita
lebih kompleks dibandingkan Temasek di Singapura. Bmn di Indonesia bukan hanya
bertanggung jawawab menghasilkan keuntungan. Mereka juga memikul tanggung jawab
sosial yang besar karena BUMN harus berperan dalam memberikan pelayanan sosial.
PLN dan Pertamina, misalnya. Mereka harus selalu bisa memastikan bahwa semua
lapisan masyarakat senantiasa bisa mengakses listrik dan mengkonsumsi BBM
sebagai salah satu kebutuhan dasar. Bahkan, terkadang mereka harus lebih
mengutamakan kepentingan sosial dibandingkan kepentingan komersial.
Ini yang membuat BUMN di kita
berbeda dari Temasek yang beroperasi murni sebagai entitas bisnis. Mereka hanya
fokus mencari keuntungan sebanyak-banyaknya. Jadi, kalau BUMN dikelola seperti Temasek,
dikhawatirkan fokus mereka akan bergeser sepenuhnya pada usaha mencari
keuntungan. Mereka berpotensi mengabaikan tanggungjawab sosial dan pelayanan
publik. Sedangkan Temasek Gak punya kewajiban seperti itu. Mereka hanya fokus
menghasilkan keuntungan dari investasi. Yang juga berbeda adalah aspek politik
di antara keduanya. Di Singapura, Temasek relatif bisa lebih jernih dari
kepentingan politik. Sedangkan BUMN di Indonesia seringkali keruh karena
intervensi politik. Dina Mega, politik Indonesia yang lebih kompleks membuat
risiko intervensi tetap ada.
Nah dalam soal kemandirian BUMN
sebetulnya Indonesia pernah punya pengalaman yang kurang baik. Pemerintah
Indonesia pernah mendirikan Pusat Investasi Pemerintah atau PIP.
Pip dibentuk untuk mencontoh
keberhasilan Govement Investment Coporation CIC dan Temasek serta Khazanah.
Sayangnya, hasilnya tidak sesuai harapan. Bambang Brojonegoro sebagai Menteri
Keuangan saat itu mengungkapkan bahwa “peran PIP tidak bisa maksimal karena
Indonesia tidak memiliki kelebihan cadangan devisa seperti Singapura dan
Malaysia. Kedua negara jiran itu memiliki surpus devisa untuk mendukung
operasional lembaga investasinya, sedangkan Indonesia masih mengalami devisit
anggaran.” Cadangan devisa Indonesia pada saat itu hanya cukup untuk 6 bulan
pembayaran utang luar negeri. Jumlah itu jelas tidak memadai untuk membiai
operasi lembaga seperti PIP secara signifikan. Selain itu, status PIP adalah
Badan Layanan Umum BLU.
Posisi ini membuat PIP bergantung
pada APBN sehingga ruang geraknya jadi terbatas, kondisi-kondisi itulah yang
membuat pemerintah saat itu berencana melebur PIP dengan PT Sarana Multi
Infrastruktur. Tujuannya, untuk memperbaiki kinerja dan efisiensi dalam
mendukung pembiayaan infrastruktur di Indonesia.
Bagian V | BUMN VS Temasek VS Khazanah
Sebetulnya performa kinerja BUMN
kita nggak kalah jika dibanding Temasek ataupun Khazanah. Bayangkan aja, pada
tahun 2022 laba bersih BUMN Indonesia bisa mencapai 304 triliun rupiah,
sedangkan Khazanah nasional Malaysia di tahun yang sama meraih laba 16,5
triliun rupiah. Meskipun pendapatan itu tumbuh tiga kali lipat, tapi nilainya
masih jauh tertinggal dari BUMN Indonesia. Sementara itu. Temasek Holdings
justru mencatatkan kerugian 7,3 miliar atau sekitar 82,91 triliun rupiah pada
tahun fiskal 2023.
Itu terjadi karena nilai porfolio
investasi di sektor teknologi dan kesehatan mereka menurun serta ada dampak
dari runtuhnya pasar crypto ftx. Laba yang diraih BUM kita waktu itu lebih dari
dua kali lipat dibandingkan tahun sebelumnya. Peningkatan itu terjadi antara
lain karena sektor jasa keuangan seperti BRI. Bank Madari dan BNI serta sektor
logistik, telekomunikasi dan juga energi. Juga defisiensi operasional dan
penurunan rasio utang yang menjadi faktor kunci keberhasilan.
Keberhasilan itu merupakan hasil
nyata dari reformasi yang diterapkan pemerintah dalam pengelolaan BUMN. Jadi
sebetulnya dari segi skala bisnis dan profitabilitas BUMN Indonesia sudah
berada di jalur yang tepat. Laba dan aset mereka juga lebih unggul. Tapi tentu
saja masih banyak pelajaran yang bisa kita ambil dari Temasek dan khsanah.
Terutama dalam hal tata kelola
perusahaan yang baik atau good corporate goverment JCG. Selama ini, Temasek dikenal
dengan manajemen yang sangat transparan, efisien, serta fokus pada
keberlanjutan jangka panjang. Bumn Indonesia perlu belajar dari praktik terbaik
mereka supaya kedepan BUMN kita bisa lebih mengoptimalkan kinerjanya, menjaga
kepercayaan investor, dan semakin memperkuat perannya di panggung global.
Bayangkan kalau semua keunggulan BUMN kita bisa terkelola lebih professional, mungkin
Indonesia bisa lebih mandiri dalam membangun negeri ribuan pulau ini.
Bagian VI | Renungan dan Harapan
Selama ini banyak BUMN yang
berkiprah di sektor sejenis, ini menyebabkan sering ada tumpang tindih dan ini
efisiensi. Maka pembentukan superholding diharapkan bisa mengatasi masalah
tersebut. Dengan superholing, kesamaan itu justru bisa menjadi kekuatan
sinergis. Dengan kolaborasi yang lebih erat serta operasional yang lebih
efektif, bumn akan menjadi lebih maksimal dalam menguatkan ekonomi nasional
sekaligus mencegah redadensy dan memperbaiki koordinasi lintas sektor.
Superholing juga diharapkan bisa
meningkatkan tata kelola profesionalisme dan mengurangi inefisiensi di kalangan
BUMN. Tidak kalah penting adalah meningkatkan daya saing BUMN baik di pasar
domestik ataupun global. Kita juga berharap dengan mengurangi tekanan politik,
manajemen bisa lebih profesional. Mereka bisa mengambil keputusan yang lebih
independen dan fokus hanya pada kinerja jangka panjang serta bertindak efisien,
dan tentu saja inovatif.
Tetapi para pengelola harus tetap
hati-hati. Sebab, kalau terlalu fokus pada keuntungan, bisa-bisa peran sosial
BUMN jadi terabaikan. Tidak lagi bisa menyediakan layanan publik atau menjaga
stabilitas harga. Ini sebuah tantangan unik yang tidak dihadapi oleh Temasek
ataupun Hasanah. Pemerintahan baru Indonesia harus berani melakukan reformasi
besar. Pemerintah harus memperkuat sinergi antar BUMN dan memastikan tata
kelola yang baik supaya BUMN tidak hanya bisa bersaing di tingkat nasional,
tetapi juga mampu berkontribusi signifikan pada perekonomian global.
Kita mendorong dan berharap
pemerintahan baru bisa membawa BUMN melangkah lebih jauh menjadi pemain kunci
di industri global. Bumn juga bisa menjadi soko guru ekonomi nasional,
menciptakan lapangan kerja, meningkatkan daya saing, dan tentu saja mengharumkan
nama Indonesia di panggung dunia. Semoga Allah mudahkan jalan kita bersama.