Sebenarnya cukup miris ketika
melihat banyak sekali belajar di Indonesia yang tidak mengetahui hal-hal dasar.
Ya, sebenarnya itu pengetahuan umum. Karena seperti yang kita tahu kalau salah
satu indikator untuk mencapai Indonesia 2045 adalah SDM kita harus unggul. Tapi
pada kenyataannya banyak sekali pelajar-pelajar di Indonesia bahkan hal
sederhana aja mereka nggak paham dan yang irorisnya, menurut penelitian dari
Kemdikbudstek pada tahun 2022, sebanyak 70% anak Indonesia itu bisa membaca tapi
mereka ga bisa memahami apa yang mereka baca.
Jadi ketika mereka baca suatu
artikel atau buku mereka kebingungan untuk jelasin apa garis besar inti dari
yang mereka baca. Makanya ga heran kalo banyak netizen Indonesia di sosial
media itu gampak pe pacing emosi cuma ngeliat headline dari sebuah berita ini
menggambarkan sebuah keterpurukan dari keadaan pendidikan negara kita yang
padahal kalau kita lihat pemerintah telah mengorbankan 20% anggaran APBN yang
setara dengan 660 triliun rupiah untuk pendidikan. Mewujudkan SDM unggul,
berintegritas dan berdaya saing, disiapkan anggaran pendidikan sebesar.
Memang kalau kita berbicara soal
pendidikan di negara kita ini ibarat sebuah benang kusut yang problem itu
sangat rumit. Mulai dari fasilitasnya, kurikulum negara relevan, akses
pendidikan yang belum rata dan faktor-faktor lainnya. Sebenarnya setelah gue
cari tahu masalah pendidikan di negara kita tuh bukan pada kuantitas tapi lebih
ke kualitas. Kalau soal kuantitas, angka putus sekolah di negara kita tuh
justru makin kesini semakin menurun yang itu artinya semakin kesini justru
semakin banyak masyarakat Indonesia yang punya akses ke sekolah. Walaupun angka
putus sekolah ini masih tinggi, tapi atlis semakin kesini semakin baik.
Sedangkan kalau kita berbicara soal kualitas pendidikan di Indonesia itu masih
sangat jauh dari kata berkualitas.
Kalau lo sadar kualitas
pendidikan Indonesia itu masih sangat tidak adil dan masih bersifat Pay to win
alias kalau mau dapat kualitas lebih lu harus bisa bayar lebih. Sedangkan kalau
lu nggak mampu bayar lebih, lu akan mendapatkan kualitas pendidikan yang
default alias apa adanya. Nah, problemnya kualitas pendidikan yang apa adanya
di negara ini itu sangat susah melahirkan SDM yang berkualitas karena mulai
dari fasilitas yang enggak memadai, tenaga pengajar pun ga kompeten, lingkungan
sekitar yang mendukung untuk berkembang, dan lain-lain. Sebagai seseorang yang
pernah merasakan langsung sekolah di sekolah swasta dan sekolah negeri yang apa
adanya, gua merasakan baik sekali kekurangan dari sekolah di Indonesia,
khususnya dalam sekolah negeri.
Mulai dari pembangunan
infrastrukturnya yang lama banget selesai, banyak kurang ngajarin di luar
keahliannya. Bahkan lingkunganya pun banyak murid-murid yang sering melakukan
kenakalan di luar batas. Bukannya memberikan motivasi untuk mencerdaskan,
justru ini menggambarkan secara jelas kebobrokan dari kualitas pendidikan kita.
Padahal nih kalau lu masih ingat pas upacara di sekolah. Dalam pembukaan
Undang-undang Dasar 1945 itu dijelaskan bahwa tujuan negara adalah mencerdaskan
kehidupan bangsa.
Nah berhubungan dengan tujuan ini
maka dalam pasal 31 ayat 1 dan ayat 2 menjelaskan bahwa setiap warga ke negara
berhak mendapatkan pendidikan serta wajib mengikuti pendidikan dasar dan
pemerintah wajib membiayainya. Pasal ini menjelaskan bahwa satu warga negara
kita berhak mendapatkan penelitian yang sama untuk mencerdaskan kehidupan
bangsa. Tapi kenyataannya sistem pendidikan kita saat ini seolah
mengkomersilkan pendidikan itu sendiri yang pada akhirnya ini menciptakan kesenjangan
pendidikan antara kalangan yang mampu dengan yang tidak mampu. Sebenarnya
masalah-masalah yang gue jelasin barusan itu baru membuka sedikit dari masalah
pendidikan di negara kita.
Lu pernah denger ga sih kalau
pendidikane itu bisa mengeluarkan seseorang dari kemiskinan. Tapi kalau menurut
gu, yang mengeluarkan seseorang dari kemiskinan itu bukan pendidikan, tapi
kualitas pendidikan.
Lu tahu enggak kenapa banyak lulusan
sekolah itu yang nganggur dan kasarnya cuma jadi sampah? Karena standarisasi
untuk lulus sekolah di negara kita itu sangat mudah. Misalnya, gini.
Dulu waktu gue sma. Ada temen gue
yang hampir ga pernah masuk dan ga pernah sama sekali ngerjain tugas. Tapi
ketika kelulusan semua murid di angkatan itu lulus terus dengan sempurna,
termasuk anak tersebut.
Artinya untuk bisa da ijazah
sekolah di negara kita lo ga perlu pinta dan lo ga perlu rajin sama sekali.
Karena mau lo bodoh atau pintar dan mau lo males atau rajin itu sama aja pasti
lulus. Nah, pertanyaan akan kenapa yang bisa terjadi? Karena pada masa itu
pendidikan di negara kita itu dinilai rendah sama PISA. Nah karena mau
ngebantah data tersebut, pemerintah berusaha cari cara gimana soal pendidikan
kita tuh dinilai buruk.
Nah gimana pemerintah tuh dinilai
berhasil ia dengan cara menyuruh sekolah meluluskan anak muridnya. Justru
ketika ada murid yang di lurusin akreditasi sekolah tersebut dan pengajarnya
itu bisa terancam sebenarnya bukan salah guru atau sekolahnya juga. Karena itu
memang dari sistem yang ada.
Makanya pengajar dan menguji itu
dilakukan sama pihak yang sama. Karena kalau dilakukan pihak yang berbeda nanti
ketahuan mana murid yang bodoh dan mana murid yang beneran layak untuk lulus.
Kalau di pabrik itu ada yang namanya quality control. Jadi sebelum produknya
diedarkan itu harus memenuhi standar tertentu. Nah, sedangkan penelitian kita
itu enggak ada pengecekan kualitas. Makanya banyak kelusanan yang nganggur dan
enggak punya skill karena enggak ada qualit kontrolnya. Jadi nilai raport yang
kita punya. Waktu sekolah itu enggak layak di banggain dan ga layak untuk
dipikirin. Karena kasarnya itu dibuat-buat aja biar bagus.
Nah solusi dari kecatatan sistem
ini jelas rubah sistemnya, peran dari pengajar dan penguji itu harus diku sama
pihak yang berbeda untuk tahu sejauhmana proses pembelajaran simurid dan guru
dan juga murid itu enggak harus ditekan untuk bisa dapat nilai bagus di semua
mata pelajaran. Karena problem pendidikan dan budaya kita saat ini itu masih
terpaku dengan angka. Alhasil mereka akan melakukan berbagai cara untuk
mendapatkan nilai yang tinggi. Padahal sebagai manusia kita itu dilahirkan
dengan kelebihan masing-masing. Nah, jahatnya sistem pendidikan kita ketika kita
dapat nilai yang lebih rendah di suatu mata pelajaran, kita seolah dianggap
bodoh yang padahal ga realistis untuk kita bisa paham semuanya.
Misalnya gini ketika si Budi ini
enggak jago matematika tapi jago main musik, budi dipaksa harus bisa matematika
untuk ga kelihatan bodoh. Padahal akan lebih efektif kalau Budi hanya mengasah skil
musiknya tanpa dipaksa hebat di bidang lain.
Budi hebat dalam bidangnya tapi
sistem pendidikan memaksa Budi untuk bisa semuanya yang padahal itu enggak
realistis bagi sadar enggak sih kalau sebenarnya mata pelajaran yang ada di
sekolah kita itu kebanyakan sebenarnya. Makanya kan di sekolah itu banyak ya
guru yang ngajarin lebih dari satu mata pelajaran itu bukan karena kita
kekurangan guru, tapi mata pelajarannya aja kebanyakan. Alhasil banyak guru
ngajarin mata pelajaran diluar kemampuannya kayak guru olahraga tapi perutnya
bucit, guru kewirausahaan tapi enggak pernah bikin bisnis atau mata pelajaran
lain yang diajarin itu enggak sesuai sama bidangnya. Nah, karena mereka ngajar
diluar kemampuannya.
Akhirnya mereka cuma ngajarin apa
tertulis di buku, bukan dengan implementasi langsung. Coba deh lihat pasti ada
kan guru yang tadinya ngajar matematika, tapi setahun kemudian ngajar olahraga?
Atau guru yang tadinya ngajar olahraga tahun depan malah ngajar seni budaya.
Padahal kalau menurut Ki Hajar Dewantorro.
Pendidikan itu enggak harus
ngasih pelajaran yang banyak, tapi cukup materi yang sesuai dengan situasi.
Entah secara geografis ataupun secara perkembangan zaman. Misalnya, sekolah
yang ada di wilayah dekat pesisir itu lebih efektif untuk belajar perikanan
karena itu sesuai dengan letak geografis ya. Begitupun dengan perkembangan
zaman, kurikulum sekolah zaman sekarang itu harusnya bisa lebih adaptif dengan
perkembangan teknologi saat ini. Problemnya, materi ngajarin di sekolah saat ini itu banyak yang
udah ga relevon dengan situasinya. Jangan akan belajar tentang AI segala macam.
Bahkan menurut penelitian dari Kemdikbud, sebesar enam puluh persen guru di
Indonesia itu buruk dalam menggunakan teknologi. Bayangin gimana pendidikan
kita bisa kejar perkembangan teknologi.
Sedangkan pengajarnya aja banyak
yang bisa gunain teknologi. Padahal di era teknologi kayak sekarang akan ada
banyak teknologi baru yang muncul yang harusnya bisa digunain dalam proses
pembelajaran. Sesimpel gini deh dulu waktu zaman belajar online pas covid. Pasti
ada kan guru atau dosen yang mereka tuh kesulitan menggunakan Zoom atau
platform lain yang akhirnya mereka cuma ngasih tugas dan itupun tugasnya cuma
lihat dari buku atau dari internet. Nah, ketika para guru ini ngasih tugas dari
internet, maka nggak heran kalau jawaban dari murid itu mungkin akan sama
dengan yang ada di internet. Karena para murid dengan mudah gitu nemu
jawabannya di internet. Gua sebenarnya heran dari dulu sama gurunya marah
ketika jawaban murid itu sama kayak jawaban di Google. Karena gini, kalau emang
para guru nggak mau jawaban murid sama kayak di Google. Harusnya guru juga
jangan ngambil soalnya dari Google. Karena aneh aja ketika guru dengan mudahnya
ngambil soal dari Google tapi mau ditutut untuk punya jawaban yang autentik.
Memang kita sepung kiri ya bahwa
masih banyak tenaga pengajar di negara kita tuh yang jelas-jelas ke kompeten,
entah metode belajar yang digunakan, mentalitasnya ataupun bidang yang
diajarin. dulu tu pernah ya ada goru mendiskriminasi kalau cewek itu harusnya
lagi rajin daripada cowok. Terus waktu gue bilang.
Rajin itu enggak dilihat dari
gendernya dan lu tahu apa terjadi guru ngambek dan ngancam berhenti ngajar di
kelas gua sebenarnya sebagai seorang guru itu ga selayaknya untuk ngambek atau
marah sama muridnya ketika si murid itu mengeluarkan argumen, toh argumen
enggak salah ya kan kalau murid itu enggak bisa berargumen, gimana bisa
pendidikan kita melahirkan generasi berpikir kritis, lu dan enggak kasihh kalau
pendidikan kita itu masih menghalangi kita untuk berpikir kritis. Misalnya,
ketika murid berpikir bertentangan dengan sistem yang ada, itu dianggap ga
sopan dan pemberontak. Alhasil, banyak murid itu malas untuk berpikir kritis karena
udah kebayang gimana reaksi sekitarnya.
Ini tuh enggak cuma di satu atau
dua guru aja ya, tapi banyak itu guru diluar sana yang secara mentalitas mereka
tuh kurang kompeten untuk jadi guru. Kenapa hal ini bisa terjadi? Karena
standar menjadi guru di negara kita itu sangat rendah. Alhasil banyak guru yang
ada sekarang itu cuma sekedar mau cari kerja, bukan memahami esensi dari
seorang guru. Nah, karena menjadi guru di negara kita itu sangat mudah. Alhasil
supply guru itu makin banyak dan ini ada pengaruhnya dengan gaji guru yang
rendah. Tapi haruspahami ya, kalau rendahnya gaji guru di Indonesia itu bukan
cuma sekedar supplynya aja yang banyak, tapi ada faktor lain.
Sebenarnya memang kita nggak dipungkiri ini kalau masih banyak juga guru yang kompeten. Tapi problemnya karena
gaji guru tadi yang rendah. Banyak guru berkualitas, mereka tuh numpuk di
sekolah yang bagus. Alhasil sekolah yang ketinggalan itu makin ketinggalan
karena guru yang berkualitas itu enggak mau ngajar di tempat yang upanya itu
rendah gitu. Dan terakhir, penyebab utama kenapa pendidikan di negara kita itu
susah maju karena budaya korupsi di dunia pendidikan yang masih merajalela.
Menurut data dari generasi corruption Watch, sektor pendidikan itu termasuk
kedalam 10 besar sektor yang terkorup di Indonesia.
Dan menurut KPK sekitar 33%
sekolah di Indonesia itu berpotensi melakukan tindak korupsi. Memang sektor
pendidikan itu seolah ladang basah untuk para koruptor mengambil kesempatan.
Apalagi sekolah-sekolah yang masih baru itu rentan banget dengan adanya korupsi
ini dan gue gabi pikir sih sama orang yang tega korupsi dana pendidikan.
Padahal jelas-jelas itu untuk mencerdaskan anak bangsa.
Penutup
Gue tau kalau mengkritik seperti
ini pasti akan diminta solusinya. Jadi satu-satunya solusi untuk mengatasi
masalah ini tentu rubah sistemnya dari paling ujung. Karena kalau kita udah
berbicara soal sistem, kita butuh eksekutor untuk mengubah itu semua yang mana
itu adalah pemerintah itu sendiri.
Sebagai rakyat biasa yang
merasakan kekurangan ini semua, ya kita cuma kritik dan kasih beberapa solusi,
sisanya itu dirubah dari pihak eksekutornya itu tadi. Sebenarnya gue udah
ngumpulin cukup banyak data dan informasi dari kekurangan sistem pendidikan di
negara kita. Karena memang kalau kita ngomongin masalah pendidikan di Indonesia
itu ada banyak banget dan masalahnya itu cukup kompleks.