Psikologi Dalam Bisnis

 


Kali ini kita akan membahas hubungan antara generasi galau dengan produk yang nggak laku. Kalau Anda pernah berpikir saya sudah ciptakan banyak produk dan layanan sehingga bisa penuhi setiap keinginan pelanggan saya. Tapi kenapa justru sedikit yang laku ya?

Dulu kakek dan nenek kita tidak punya pilihan, semuanya diputuskan oleh penjajah Belanda. Bapak dan ibu kita lebih beruntung dari mereka. Pilihan sudah terbuka, mau berprofesi jadi apa, mau tinggal dimana bebas. Dan sekarang generasi kita punya lebih banyak pilihan lagi. Mau kerja atau mau bisnis ngantor atau di rumah, online atau offline? Dan di setiap alternatif itu kita disajikan lebih banyak pilihan lagi. Apakah itu artinya kita jadi jauh lebih beruntung? Ternyata tidak. Bahkan justru sebaliknya, Itulah yang disimbolkan oleh barry Schwartz dalam bukunya The Paradox of Choice. Why More is Less. Berry mengatakan bahwa bagi kebanyakan orang, keharusan untuk memilih satu dari banyak alternatif bisa membuat mereka merasa terbebani. Semakin banyak pilihannya, maka semakin besar bebannya. Apa akibatnya? mereka menyerah dan akhirnya memutuskan untuk tidak memilih sama sekali.

Bisa jadi ini penyebab kenapa saat ini muncul generasi galau, mereka bingung mau ngapain pindah-pindah kerjaan, enggak nikah-nikah, nggak jelas, enggak pernah tuntas. Jangan-jangan itu karena mereka terlalu banyak diberi pilihan. Ada puluhan jurusan kuliah, ada ratusan channel TV dan ratusan jenis profesi. Ada ribuan friend di facebook yang bisa di prospek jadi pasangan hidup dan juga miliaran apps yang setiap saat bisa di download oleh mereka. Ada dua psikolog bernama Mark R. Lepper dan Sheena S. Iyengar melakukan eksperimen di sebuah supermarket. Mereka mengajak pengunjung untuk mencicipi pilihan selai roti yang sudah disiapkan, pengunjung tersebut diberi voucher diskon jika memutuskan untuk membeli selainnya.

Pada display yang pertama mereka memanjang 24 pilihan selai dan pada display yang kedua mereka hanya memanjang 6 pilihan selai saja. Apa yang terjadi? Hanya 3% pengunjung yang membeli pada display yang pertama. Sementara pada display kedua, 30% pengunjung membeli.

Artinya pelanggan cenderung untuk membeli justru ketika pilihan yang tersedia lebih sedikit. Nah, sekarang coba lihat kembali penawaran produk Anda. Ada berapa produk yang Anda tawarkan dan pada setiap produk itu berapa jumlah variannya? Jangan-jangan. Itulah sebabnya pelanggan Anda kebingungan dan akhirnya enggak memilih apa-apa.

Saya sering alami itu ketika datang ke restoranannya. Jadi menunya itu ada enam halaman itu. Dan di setiap halaman itu ada 25 jenis masakan yang bisa saya pilih. Saya langsung kehilangan selera mau makan malah disuruh mikir gitu. Sementara ada satu restosi yang saya sukain. Menunya tuh cuma satu lembar kertas dan pilihannya cuman 2 wagi atau Australian simpel enggak pakai mikir, langsung tunjuk terus makan deh.

Teman-teman semuanya, ketika Steve Jobs kembali ke Apple tahun seribu sembilan ratus sembilan puluh tujuh, hal pertama yang ia lakukan adalah mengurangi jumlah produk Apple hingga jadi 4 produk saja. Dan keputusan itu membuat tim RnDd Apple jadi lebih fokus. Tim marketing jadi lebih mudah dalam mengkomunikasikan produk-produk Apple dan pelanggan jadi lebih mudah dalam membuat keputusan membeli. Nah, keputusan Steve Jobs itu jadi titik tolak kebangkitan Apple. Ingat ya bahwa tugas kita sebagai seorang inovator adalah memudahkan hidup pelanggan kita, bukan justru membuatnya lebih rumit. Nah, kitalah yang harus berpikir keras untuk pelanggan kita, bukan sebaliknya, semua orang itu bisa buat produk dengan banyak varian. Tapi tidak semua orang mampu menciptakan satu produk yang bisa memenuhi kebutuhan dan keinginan pelanggan secara jitu.

Nah jadi mau sedikit tapi dapatnya banyak atau mau banyak tapi dapatnya malah sedikit.

Anda yang putuskan.!

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama